Assalamualaikum!
Lamo nian tak bersuo!
Bukan contoh yang baik karna telah melupakan halaman blognya sendiri. Maafkan.
Masih inget sama si “jodoh”?! Haha, alhamdulillah sudah nemuin “jodoh” yang telah lama dinanti nih :D. Bukan yang di Ibukota, tapi yang waktu itu aku bela-belain ngemil bubur gandum hambar dulu. Seneng?! Weiya, seneng gilak! Guling-guling kesana kemari. Hahaha. Nyari kerjanya selesai ditandai dengan kepastian dari si “dia” yang mau berjodoh denganku (kalo nggak salah) tepat tanggal 12 Mei 2010. Wuih, lama juga ya nggak cerita-cerita disini *sok ngitung pake jari*. Sebenernya ada aja yang mau di-share, tapi yaa…
Maafin ye kalo jadi bikin males dateng kemari.
Sekarang aku domisili (sementara) di Kotabumi. Daerah Lampung Utara. Iya. Di pulau Andalas. Sudah 5 minggu ada di Selatan pulau ini. Catatan, ini pertama kalinya aku menjejakkan kaki di tanah Sumatera. Feeling happy karna masih kebawa euforia “ketemu jodoh”. Bertugas disini pun sudah jadi bagian dari kewajiban dan harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab *ciaat*.
Semua bermula dari Surabaya. Berlanjut 15 hari di Batujajar, Bandung Barat. Kemudian berturut-turut, 7 hari di Bogor dan Ragunan, lalu 14 hari di Taman Mini. Kira-kira di hari ketiga terakhir itu lah aku dapet kepastian kalo harus bersiap-siap mempersiapkan diri biar selalu siap dengan lingkungan baru di pulau seberang yang sudah siap menyambut *hedeh*.
Ya, seperti yang diduga sebelumnya kalo setiap ada awal pasti ada akhirnya. Setiap berjumpa, lama ato enggak, bakal berpisah lagi. Apalagi kalo sudah kadung tresno jalaran soko kulino. Cinta karna telah terbiasa. Terbiasa karna hampir tiap hari selalu bersama. Bersama-sama menerima, berpikir, bertindak, dan keringetan. Keringetan karna panas bercampur capek. Capek yang bener-bener capek. Dan memang sudah aku duga sebelumnya kalo semuanya bakal membekas di otak masing-masing dari kami ber-tiga-ratus-lapan-puluh-empat. Bekal untuk mengobati rindu dikala sudah ada di jalannya sendiri-sendiri. Di tempat yang berbeda. Berbeda dan jauh. Jauh tapi tetap dekat. Di hati.
Walaaaahh, ngomong apa aku ini?!! Serius banget si’?! 😛
Bener. Semua berasa baru. Hidup baru. Dengan pendaratan yang kurang mulus waktu itu, kehidupan baru di Lampung berjalan mulus hingga hari ini. Berangkat dari Surabaya diwarnai dengan charge kelebihan bagasi sampe seratus-tujuh-puluh-tiga-ribu-rupiah. Wew! Maklum, parno yang berlebihan menghadapi realita membujang di Lampung. Seolah-olah seisi kamar masuk dalam dua tas yang sebenernya nggak terlalu besar. Sampe di Lampung disambut dengan gajah mendung menggantung.
Sesuai dengan semboyannya, Sai Bumi Ruwa Jurai, yang kurang lebih merujuk kepada bentuk kerukunan masyarakat Lampung yang majemuk. Bener-bener majemuk. Mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, sampe Kalimantan, semua punya perwakilan sebagai penduduk Lampung. Memang dulu Lampung tercatat sebagai daerah tujuan para transmigran di eranya Pak Harto, bukan?! Rasa-rasanya Indonesia dirangkum jadi satu di tanah Lampung. Awalnya memang kurang begitu terasa kalo sekarang sudah ada di Sumatera, karna justru setiap jumpa sama orang di jalan selalu Jowoan (berbahasa Jawa). Jadi nggak merasa asing.
Seminggu berselang setelah pendaratan waktu itu, tiba lah aku di Kotabumi. Kota pertama sebagai tempat mengawali langkah tegap maju jalan karir sebagai calon pemimpin bangsa *weits*.
Sebagai catatan, kalo selama ini aku amati, Kotabumi mulai “hidup” sejak adzan subuh dan terus bergulir sampe adzan maghrib. Bener. Jadi kayaknya setelah maghrib sudah nggak ada kehidupan di Kotabumi. Haha. Ini aku tulis seperti ini karna ukuranku adalah banyaknya jumlah angkot yang seliweran di jalanan-jalanan Kotabumi. Warung-warung di pinggir-pinggir jalan buka kira-kira sampe jam 9 malem. Minimarket yang biasanya 24 jam, cuma buka sampe jam 10 malem. Jalan raya di depan kost bahkan sudah sepi sejak jam 6 sore. Catat disitu, jalan raya! Kebayang nggak?! Hiburannya cuma ada 1, yaitu swalayan yang lumayan gede. Swalayan yang namanya mirip sama sendratari di Prambanan. *jangan sebut merk*
Kotabumi lebih banyak diisi sama penduduk asli Lampung. Mayoritas lah. Ya walaupun masih ada juga orang Batak, Palembang, dan Jawanya. Orang-orangnya terkenal keras. Kalo marah, ya marah. Cuma semua itu kan juga pasti ada penyebabnya. Nggak wajarlah kalo lagi diem nunggu angkot tiba-tiba marah. Hehe. Catatan lagi, daerah sini terkenal juga dengan kebiasan suka minjem motor orang. Minjemnya pake golok. Setelah minjem ya nggak dibalikin *geleng-geleng*. Sekedar info aja ya gan?! Jangan ada yang marah ya?! 🙂 *salam damai*
Nggak terasa, tinggal di Sumatera tiba-tiba aja sudah sampe di Palembang. Wuhuy! Kebetulan ada acara keluarganya manajer yang mengundang semua karyawannya waktu itu. Semalem disana cukuplah untuk sejenak mejeng di ikon propinsi Sumatera Selatan, Ampera. Kebetulan pas weekend, jadi rame lah suasana pinggir sungai Musi dengan pemuda-pemudi wong kito galo. Palembang ternyata gede ya cuy?! Rame pula kotanya. Hehe, udik nih gue.
Sangat menikmati dengan pekerjaan ini. Banyak tantangan. Banyak kesempatan. Banyak ketemu orang. Lebih tau banyak dalam mengenali Indonesia secara nyata. Di awal aku menyebutkan kalo domisili disini sifatnya adalah sementara. Karna memang besar peluangnya untuk keluar dari sini dan dilempar ke tempat yang lain. Sebagai seseorang yang suka jalan-jalan, brasa pas banget memang melakoni ini semua. “Jalan-jalan” ke seluruh penjuru negeri. Semakin intens berkenalan dengan Indonesia. Dengan semangat kebersamaan, keterbukaan, disertai keunggulan, seraya merangkum Indonesia.
Salam sehat dan salam damai dari Kotabumi.
Recent Comments